Submit your work, meet writers and drop the ads. Become a member
arby 6d
Hal apa yang disedihkan sampai ingin mati?
uang, obrolan, ataukah jodoh?
Sesak? Coba tantang semesta "ayo, selesaikan sekarang juga!",
diam, kosong, tak terjadi apa-apa kan?
Kau mungkin bertanya,
Apa Dia tak melihatku? tak mendengarku? atau bahkan Dia tak beritahu bahwasannya Aku sudah mati sejak dulu?

Bunda berbisik, “Jangan begitu.”  
Ayah bertanya setengah tertawa, “Emang iya?”
Kakak melotot, “Apaan sih?”  

Sepertiku, dengan teguh aku berpegang,
bahwa keluargaku, sahabat, dan teman-temanku,
Mereka pernah ingin mati, mereka pernah sakit hati, bahkan mereka pernah padam api.

Kali ini, Aku pilih bercerita dibanding diam, Aku hidupkan emosiku dan Aku tantang semesta bahwa kali terbaru hari ini, Aku ingin mati!

Untuk bunda, ayah, kakak, dan semua sahabat serta temanku;
Setiap masalah yg sedang kita hadapi,
Aku tak tahu sampai kapan kita bisa berdiri. Namun, tantang saja semesta,
coba beberapa kali (lagi, lagi, dan lagi),
dan biar Tuhan berikan Solusi atau Mati!
arby Sep 7
Bagai debu namun berharga,
katanya utama tapi tak berharga,
terucap tapi tak didengar.

Semua diam dan ini realitas,
ohh, dunia jadi terasa fana.

Pada siapa Aku berbicara kalau bukan Kau.
Monyet, burung, anjing, kerbau tak bisa diskusi.
Mereka bisa bersuara seperti kita berbicara,
terasa sama, hanya saja sedikit berbeda.

Bayangkan betapa rumitnya puisi ini.

Katanya hal inti tapi tak akan dirasa,
seperti debu namun bernilai juta-juta.
Jika Kau menjadi pati dan lebu,
Akankah Kau sayangi pati? Dan Kau jaga lebu?

Bayangkan saja, namun Aku berharap
monyet, burung, anjing, kerbau tak menjadi Kita.
indonesiaan poetry
arby Jul 22
In these modern days,
we carry the weight of it all.
Hoping somehow,
things will turn out fine.

The first step was small,
just forcing ourselves to move.
The second one,
we faced our own thoughts,
and they felt heavier than we knew.

We never planned for this struggle,
never asked for these wounds,
but here we are,
learning how pain can shape us,
how falling can still lead to standing.

We don’t know where this road will end.
But deep inside,
we know we’re still here, still breathing.
Not just surviving,
but finding worth in every step we take.
arby May 16
Night by night
sometimes full moon, sometimes none at all.
Last night, the sky cried.
Tonight, it exhales something warmer, softer.
Spotify becomes my escape,
letting the songs take over like an old soul
tuning in to who I used to be.

How do I feel?
Neither sad nor happy.
Just… peaceful.
Let the next song play, let me sit with this quiet.

I turn down the lights.
Coffee in one hand, slow good music in the air
I tell myself, this is enough for now.
If I were a cake, the topping would be cheese:
simple, sweet and savory, not asking for attention.
If I were an animal, I’d be a firefly
glowing only when it’s dark enough to be seen.
If I were a flower,
it’d be the kind that blooms when no one’s watching.

Maybe being alone doesn’t always mean being lonely.
Maybe this stillness is growth with softer shoes.
If someone ever asked where I’ve been all this time,
I’d smile and say,
“I’ve been learning how to be enough,
even without a crowd to clap for it."
arby Apr 29
Aku menyusuri jalan,
kembali ke tempat itu, memesan kopi yang sama,
mengulangi rutinitas kecil yang entah kenapa terasa menenangkan.

Kadang aku terjebak hujan,
di perjalanan berangkat, atau saat hendak pulang.
Tapi aku tak benar-benar sendiri,
selalu ada kisah-kisah kecil yang menemani,
seperti sore itu:
sebuah keluarga kecil menepi di tengah derasnya hujan,
anak mereka bersembunyi di antara dua tubuh yang hangat.

Aku terdiam, menunduk,
berdoa dalam hati:
“Semoga rezekimu dilapangkan Dek.
Semoga orang tuamu suatu hari bisa membawamu pulang
dengan nyaman tanpa perlu basah seperti ini.”

Aku jadi ingat,
aku pun pernah berdiri di tempat yang sama.
Hujan membasahi tanah yang sebelumnya tandus,
bersama seorang anak sekolah,
dan beberapa orang asing yang memilih meneduh,
diam-diam berbagi waktu di bawah atap yang sama.

Kala itu, jas hujan ada di sepedaku,
tapi aku tetap memilih tinggal.
Entah kenapa, terasa penting:
melihat hujan membasahi tanah yang dulu kering.

Karena aku percaya,
kering tak selamanya,
dan kita semua di waktu yang sama,
sedang bertumbuh.
arby Apr 26
Tanpa alas kaki, kita merasakannya:
pasir hitam yang mendebarkan,
menggoda telapak kita seperti kenangan masa kecil,
di sore yang belum sepenuhnya reda,
pukul dua, mentari masih garang.

Aku dengan hitam yang selalu kupilih,
kau dengan merah muda yang tak pernah gagal memancarkanmu.
Percakapan kecil teranyam di antara suara ombak,
sementara anak-anak dan orang dewasa bermain
dalam pemandangan yang tak bisa kutukar dengan apa pun.

Ini bukan hyperthymesia,
tetapi setiap detailnya menetap,
hangat mentari, percikan air laut,
tawa-tawa kecil yang melayang bebas di udara.

Dalam diam aku membisikkan,
damai sekali.

Pantai ini, di ujung Poncosari,
dulu hanya milikku sendiri,
sepi yang kutemani dalam sunyi.
Kini aku di sini lagi,
tapi tidak lagi sendiri,
aku berbagi damai itu denganmu,
membiarkan kenangan tumbuh,
mengakar di pasir hitam ini,
tempat di mana dunia terasa cukup,
hanya dengan kita berdua.
Poncosari - Bantul, Indonesia.
arby Apr 21
I didn’t have it all figured out,
but I kept walking anyway.
Some days I wandered,
others; I ran toward things
that didn’t always stay.

I met people who stayed for a season,
laughed in places I couldn’t pronounce,
got lost,
and somehow; found pieces of myself
in coffeeshops and streets,
even in silent rooms
where I sat with my thoughts.

I learned
not just from books,
but from heartbreaks,
quiet kindness,
and questions without answers.

I collected memories
like messages I never published.
Some drafted.
Some still written.

And still,
I keep moving
not chasing the finish line,
just turning the page
to whatever
comes next.
Next page